1. Jika sudah terjadi masalah, tdk harus dihindari (bingung), tapi HARUS DIHADAPI dengan tenang (dipikirkan jalan keluarnya) dan pasti selesai/ ada jalan keluarnya.
2. Menghadapi semua hal, tdk boleh berpikir negatif, seperti: "saya pasti tdk mampu", "saya tdk bisa", dan seterusnya. Tapi selalu berpikir positif, seperti: "saya bisa, pasti ada jalan keluarnya" dan lain lain.
3. Sudah dan senang semuanya tergantung pikiran saja!! ( Pikiran adalah pelopor!!). Jadi jaga pikiran kita baik - baik. Jangan pikir yang jelek/negatif. Selalu berpikir yang positif (baik).
4. Segala kesulitan/kesusahan akan berakhir. sebesar apapun masalahnya akan selesai juga dengan berjalannya waktu. Seperti pepatah mengatakan : TIDAK ADA PESTA YANG TIDAK BERAKHIR.
5. Orang yg sukses 85% ditentukan dari sikap/prilaku, 15% baru ditentukan ketrampilan. Jadi sikap kita dalam hidup ini sangat penting.
6. Segala sesuatu berubah (anicca). Kita tdk perlu susah. Misalnya : sekarang susahnya, selanjutnya pasti berubah menjadi senang. sekarang ada orang yang tdk senang pada kita, suatu saat nanti akan baik juga.
7. Hukum karma, berarti berbuat baik akan mendapat hasil baik dan sebaliknya, seperti tanam padi, pasti panen padi. Ingat!! Usahakan setiap saat selalu berbuat (tanam) kebaikan agar mendapatkan (panen) kebaikan. Jgn melakukan kejahatan. Dan jgn berharap mendapat balasan dari perbuatan baik kita!!!
8. Kesehatan asalah paling nomor satu (berhaga). Jaga kesehatan kita dengan olahraga, istirahat yang cukup dan jangan makan sembarangan.
9. Hidup ini penuh dengan masalah/persoalan/penderitaan. Jadi kita sdh tahu TIDAK MUNGKIN SELALU LANCAR/TENANG. Siapkan mental, tabah, sabar dan tenaga untuk menghadapinya. itulah kenyataan hidup yang harus dihadapi oleh setiap manusia.
10. Masa depan seseorang sangat tergantung pada sikap dan buku buku yang dibaca. Jadi membaca sangat penting dan menentukan masa depan seseorang.
11. Jangan membicarakan kejelekan orang lain, karena kita akan dinilai jelek
oleh orang yg mendengarkannya.
12. Pergaulan sangat penting dan merupakan salah satu kunci sukses. Boleh bergaul dengan orang jahat maupun baik asal kita HARUS TAHU DIRI/JANGAN TERPENGARUH LINGKUNGAN. Lebih baik lagi apabila kita bisa menuntun yang jahat ke jalan yang benar.
13. Budi orang tua, tidak dapat dibayar dengan apapun juga. begitu juga dengan
budi orang2 yang telah membantu kita.
14. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Jadi jangan minder dengan kekurangan kita. dan jangan iri dengan kelebihan orang. HARGAILAH DIRIMU APA ADANYA!!!\
15. JANGAN MEMPERTENTANGKAN (MEMPERDEBATKAN) hal hal kecil yang tdk berguna
dengan siapapun juga.
16. Kunci sukses dlm hidup ini, selalu bersemangat, berusaha, disiplin, sabar, bekerja keras, rajin berdoa/sembahyang, banyak berbuat baik serta tdk blh berputus asa.
17. Jangan Menilai orang dari Harta(kekayaan), penampilan ataupun kondisi
fisik. Semua orang itu SAMA!!!
Sumber : artikel-motivasi.blogspot.co.id
Artikel Pendidikan (Eko Nugroho)
Memuat artikel yang dapat memotivasi diri kita .. Di ambil dari sumber yang terpercaya !!
Minggu, 03 Januari 2016
Mencapai Potensi Hidup Yang Maksimal ...
Setiap orang mendambakan masa depan yang lebih baik ; kesuksesan dalam karir,
rumah tangga dan hubungan sosial, namun seringkali kita terbentur oleh berbagai
kendala. Dan kendala terbesar justru ada pada diri kita sendiri.
Melalui karyanya, Joel Osteen menantang kita untuk keluar dari pola pikir yang
sempit dan mulai berpikir dengan paradigma yang baru.
Ada 7 langkah agar kita mencapai potensi hidup yang maksimal :
* Langkah pertama adalah perluas wawasan. Anda harus memandang kehidupan ini
dengan mata iman, pandanglah dirimu sedang melesat ke level yang lebih tinggi.
Anda harus memiliki gambaran mental yang jelas tentang apa yang akan Anda raih.
Gambaran ini harus menjadi bagian dari dirimu, didalam benakmu, dalam percakapanmu,
meresap ke pikiran alam bawah sadarmu, dalam perbuatanmu dan dalam setiap
aspek kehidupanmu.
* Langkah ke dua adalah mengembangkan gambar diri yang sehat. Itu artinya Anda harus
melandasi gambar dirimu diatas apa yang Tuhan katakan tentang Anda.
Keberhasilanmu meraih tujuan sangat tergantung pada bagaimana Anda memandang
dirimu sendiri dan apa yang Anda rasakan tentang dirimu. Sebab hal itu akan menentukan
tingkat kepercayaan diri Anda dalam bertindak. Fakta menyatakan bahwa Anda tidak akan
pernah melesat lebih tinggi dari apa yang Anda bayangkan mengenai dirimu sendiri
* Langkah ke tiga adalah temukan kekuatan dibalik pikiran dan perkataanmu.
Target utama serangan musuh adalah pikiranmu. Ia tahu sekiranya ia
berhasil mengendalikan dan memanipulasi apa yang Anda pikirkan, maka ia
akan berhasil mengendalikan dan memanipulasi seluruh kehidupanmu.
Pikiran menentukan prilaku, sikap dan gambar diri. Pikiran menentukan tujuan.
Alkitab memperingatkan kita untuk senantiasa menjaga pikiran.
* Langkah ke empat adalah lepaskan masa lalu, biarkanlah ia pergi...
Anda mungkin saja telah kehilangan segala yang tidak seorangpun patut mengalaminya
dalam hidup ini. Jika Anda ingin hidup berkemenangan , Anda tidak boleh memakai
trauma masa lalu sebagai dalih untuk membuat pilihan-pilihan yang buruk saat ini.
Anda harus berani tidak menjadikan masa lalu sebagai alasan atas sikap burukmu
selama ini, atau membenarkan tindakanmu untuk tidak mengampuni seseorang.
* Langkah ke lima adalah temukan kekuatan di dalam keadaan yang paling buruk sekalipun
Kita harus bersikap :" Saya boleh saja terjatuh beberapa kali dalam hidup ini, tetapi
tetapi saya tidak akan terus tinggal dibawah sana." Kita semua menghadapi
tantangan dalam hidup ini . KIta semua pasti mengalami hal-hal yang datang
menyerang kita. Kita boleh saja dijatuhkan dari luar, tetapi kunci untuk hidup
berkemenangan adalah belajar bagaimana untuk bangkit lagi dari dalam.
* Langkah ke enam adalah memberi dengan sukacita. Salah satu tantangan terbesar
yang kita hadapi adalah godaan untuk hidup mementingkan diri sendiri.
Sebab kita tahu bahwa Tuhan memang menginginkan yang terbaik buat kita,
Ia ingin kita makmur, menikmati kemurahanNya dan banyak lagi yang Ia sediakan buat kita,
namun kadang kita lupa dan terjebak dalam prilaku mementingkan diri sendiri.
Sesungguhnya kita akan mengalami lebih banyak sukacita dari yang pernah dibayangkan
apabila kita mau berbagi hidup dengan orang lain.
* Langkah ke tujuh adalah memilih untuk berbahagia hari ini. Anda tidak harus menunggu
sampai semua persoalanmu terselesaikan. Anda tidak harus menunda kebahagiaan
sampai Anda mencapai semua sasaranmu. Tuhan ingin Anda berbahagia apapun kondisimu,
sekarang juga !
( Dikutip dari : Mencapai potensi hidup yang maksimal by Joel Osteen)
Sumber : artikel-motivasi.blogspot.co.id
rumah tangga dan hubungan sosial, namun seringkali kita terbentur oleh berbagai
kendala. Dan kendala terbesar justru ada pada diri kita sendiri.
Melalui karyanya, Joel Osteen menantang kita untuk keluar dari pola pikir yang
sempit dan mulai berpikir dengan paradigma yang baru.
Ada 7 langkah agar kita mencapai potensi hidup yang maksimal :
* Langkah pertama adalah perluas wawasan. Anda harus memandang kehidupan ini
dengan mata iman, pandanglah dirimu sedang melesat ke level yang lebih tinggi.
Anda harus memiliki gambaran mental yang jelas tentang apa yang akan Anda raih.
Gambaran ini harus menjadi bagian dari dirimu, didalam benakmu, dalam percakapanmu,
meresap ke pikiran alam bawah sadarmu, dalam perbuatanmu dan dalam setiap
aspek kehidupanmu.
* Langkah ke dua adalah mengembangkan gambar diri yang sehat. Itu artinya Anda harus
melandasi gambar dirimu diatas apa yang Tuhan katakan tentang Anda.
Keberhasilanmu meraih tujuan sangat tergantung pada bagaimana Anda memandang
dirimu sendiri dan apa yang Anda rasakan tentang dirimu. Sebab hal itu akan menentukan
tingkat kepercayaan diri Anda dalam bertindak. Fakta menyatakan bahwa Anda tidak akan
pernah melesat lebih tinggi dari apa yang Anda bayangkan mengenai dirimu sendiri
* Langkah ke tiga adalah temukan kekuatan dibalik pikiran dan perkataanmu.
Target utama serangan musuh adalah pikiranmu. Ia tahu sekiranya ia
berhasil mengendalikan dan memanipulasi apa yang Anda pikirkan, maka ia
akan berhasil mengendalikan dan memanipulasi seluruh kehidupanmu.
Pikiran menentukan prilaku, sikap dan gambar diri. Pikiran menentukan tujuan.
Alkitab memperingatkan kita untuk senantiasa menjaga pikiran.
* Langkah ke empat adalah lepaskan masa lalu, biarkanlah ia pergi...
Anda mungkin saja telah kehilangan segala yang tidak seorangpun patut mengalaminya
dalam hidup ini. Jika Anda ingin hidup berkemenangan , Anda tidak boleh memakai
trauma masa lalu sebagai dalih untuk membuat pilihan-pilihan yang buruk saat ini.
Anda harus berani tidak menjadikan masa lalu sebagai alasan atas sikap burukmu
selama ini, atau membenarkan tindakanmu untuk tidak mengampuni seseorang.
* Langkah ke lima adalah temukan kekuatan di dalam keadaan yang paling buruk sekalipun
Kita harus bersikap :" Saya boleh saja terjatuh beberapa kali dalam hidup ini, tetapi
tetapi saya tidak akan terus tinggal dibawah sana." Kita semua menghadapi
tantangan dalam hidup ini . KIta semua pasti mengalami hal-hal yang datang
menyerang kita. Kita boleh saja dijatuhkan dari luar, tetapi kunci untuk hidup
berkemenangan adalah belajar bagaimana untuk bangkit lagi dari dalam.
* Langkah ke enam adalah memberi dengan sukacita. Salah satu tantangan terbesar
yang kita hadapi adalah godaan untuk hidup mementingkan diri sendiri.
Sebab kita tahu bahwa Tuhan memang menginginkan yang terbaik buat kita,
Ia ingin kita makmur, menikmati kemurahanNya dan banyak lagi yang Ia sediakan buat kita,
namun kadang kita lupa dan terjebak dalam prilaku mementingkan diri sendiri.
Sesungguhnya kita akan mengalami lebih banyak sukacita dari yang pernah dibayangkan
apabila kita mau berbagi hidup dengan orang lain.
* Langkah ke tujuh adalah memilih untuk berbahagia hari ini. Anda tidak harus menunggu
sampai semua persoalanmu terselesaikan. Anda tidak harus menunda kebahagiaan
sampai Anda mencapai semua sasaranmu. Tuhan ingin Anda berbahagia apapun kondisimu,
sekarang juga !
( Dikutip dari : Mencapai potensi hidup yang maksimal by Joel Osteen)
Sumber : artikel-motivasi.blogspot.co.id
Kamis, 13 Agustus 2015
Arti Kata Cinta !!
Cinta adalah kata kerja, karena
bias berfungsi apabila ada kata bantu seperti “mencintai” atau “dicintai”.
Untuk Saat ini mari kita artikan mencintai sebagai “pengabdian”, karena
ketika seseorang mencintai sesuatu, maka
apapun yang dilakukan hanya untuk apa yang dicinntainya. Seperti bekerja hanya
untuk hal yang dia cintai .. mencari uang hanya untuk hal yang dia cintai ..
waktunya hanya untuk hal yang dia cintai .. pikirannyapun hanya digunakan untuk
memikirkan apa yang dia cintai, atau seperti rela bersusah payah untuk sesuatu
yang dia cintai.. Entah itu diri sendiri, pasangan, keluarga, kemewahan,
kehormatan, atau hal-hal unik lainnya.
Sedangkan kata yang sering kita
dengar dengan sebutan “bahagia, kecewa, cemburu, susah, senang dan pahit
manisnya perasaan-perasaan lainnya” kita artikan sebagai BUAH (hasil), buah
karena telah mencintai sesuatu itu. Entah itu diri sendiri, pasangan, keluarga,
kemewahan, kehormatan, atau hal-hal unik lainnya. Contoh :
“Ada dua orang anak
kecil yang sama-sama diberikan hadiah ekspresi wajahnya terlihat sangat
gembira, tersenyum manis sambil mengatakan “terima kasih”. Sedangkan anak kecil
kedua setelah diberi hadiah yang sama, ekspresi wajahnya cemberut, tidak
terlihat senang, dan langsung pergi tanpa berterima kasih. Tentu ada perbedaan
perasaan dari cinta yang sama-sama kita berikan kepada anak tersebut, mulai
dari rela bersusah payah membawakan hadiahnya dari tempat yang lumayan jauh
sampai mencari dimana anak itu berada. Dan kitapun lebih senang merasakan buah
dari mencintai anak kecil yang pertama atau mungkinkita akan mencari cara
mencintai anak kecil yang kedua agar bias berbuah sama dengan anak kecil yang
pertama.
Sekarang renungkanlah..
“Jika sesuatu yang kita cintai hanya membuahkan
perasaan-perasaan yang membuat kita stress, mungkin kita “mencintai yang salah”
atau “cara kita mencintai” yang salah. Walaupun terkadang kita mencoba
membenarkan apa yang salah sampai terlihat benar”.
Saudaraku,
setelah kita sama-sama mengerti apa arti kata “CINTA”. ( Walaupun terkadang sering
dikamuflasekan dengan kata “SUKA”. Tapi itu hanya rasa suka !!!, tergantung
seberapa besar perasaan itu untuk dapat merespon otak untuk mau mencintainya
atau tidak ). Didalam hidup kita, kita selalu mencintai suatu hal yang
selalu membuahkan perasaan yang unik, entah yang kita sadari ataupun tidak.
Kita selalu rela berusaha payah dalam hidup, entah itu untuk diri sendiri,
pasangan, keluarga, kemewahan, kehormatan atau hal-hal unik lainnya sampai
terkadang kita mewajarkannya dengan alasan HOBI.
Saudaraku ..
“tak pernah terpikirkah kita untuk mencintai sang pencipta
alam semesta dan isinya ?”
“tak pernahkah terlintas dalam angan untuk mencintai Allah
dan Rasullnya ?”
“Ataukah engkau begitu tega didalam umur yang dia berikan
hanya engkau gunakan untuk mencintai hal yang bersifat Duniawi yang suatu saat
akan sirna atas nama Kematian ?”
Sadarlah saudaraku ..
Allah dan Rasulnya lebih pantas untuk kita cintai, ataukah
kita termasuk orang yang menyombongkan diri dengan memalingkan wajah darinnya
dan tidak mau bersusah payah untuknya walaupun sedikit ?
Saudaraku ..
Cintailah Allah dan Rasulnya walaupun sedikit, walaupun
sekedar tanda terima kasih padanya. Minimal pelajarilah Agamanya, pelajarilah
apa ISLAM. Setidaknya, sampai ketika ada orang yang bertanya “Kenapa Islam?” Jawaban kita bukanlah
hanya “Karena Kami Lahir Dari Keluarga
Islam”. ISLAM adalah PILIHAN, bukan Budaya, Tradisi, Adat, atau Kebiasaan
yang hanya dilestarikan tanpa tahu apa itu islam. ISLAM bukanlah kebenaran yang dibenarkan hanya karena banyak yang
mengatakan benar.
Saudaraku ..
“Lahir dari keluarga manapun adalah TAKDIR, tapi Islam
adalah PILIHAN”
“Keinginan mencintai sesuatu adalah TAKDIR, tapi mencintai
Allah dan Rasulnya adalah PILIHAN”
“Baik dan buruk adalah TAKDIR, tapi memilih berbuat baik
atau buruk adalah PILIHAN”. Kitapun seharusnya sama-sama merasakan perbuatan
baik adalah perbuatan yang apabila dilakukan, dapat “mententramkan” HATI dan
perbuatan buruk adalah perbuatan yang apabila dilakukan, hanya “menggelisahkan”
HATI.
Saudaraku ..
“Cintailah Allah dan Rasulnya, dan rasakanlah buahnya ..
mungkin tidak terasa pada hari pertama, tapi bukan berarti kita berhenti
mencintainya .. Suatu saat kalian pasti merasakannya .. dan saat kalian
merasakannya .. Sesuatu yang dikatakan ini tidak cukup untuk menjelaskannya.
“Tidak ada paksaan
dalam agama, sesungguhnya telah jelas antara jalan yang benar denganjalan yang
sesat”
-Al Baqarah 256
“..agar orang yang
binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu
hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula)”.
-Al Anfal 42
( Dikutip dari : Arti Kata CINTA by Azam )
Dari Kecerdasan Tunggal ke Kecerdasan Majemuk IQ, EQ dan SQ !!!
Psikologi Pendidikan – Dari
Kecerdasan Tunggal ke Kecerdasan Majemuk IQ, EQ dan SQ.
Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada
manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan
dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus
mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks,
melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.
Dalam pandangan psikologi,
sesungguhnya hewan pun diberikan kecerdasan namun dalam kapasitas yang
sangat terbatas. Oleh karena itu untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya
lebih banyak dilakukan secara instingtif (naluriah). Berdasarkan temuan dalam
bidang antropologi, kita mengetahui bahwa jutaan tahun yang lalu di muka bumi
ini pernah hidup makhluk yang dinamakan Dinosaurus yaitu sejenis hewan yang
secara fisik jauh lebih besar dan kuat dibandingkan dengan manusia. Namun saat
ini mereka telah punah dan kita hanya dapat mengenali mereka dari
fosil-fosilnya yang disimpan di musium-musium tertentu. Boleh jadi, secara
langsung maupun tidak langsung, kepunahan mereka salah satunya disebabkan oleh
faktor keterbatasan kecerdasan yang dimilikinya. Dalam hal ini, sudah
sepantasnya manusia bersyukur, meski secara fisik tidak begitu besar dan kuat,
namun berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata masih
dapat mempertahankan kelangsungan dan peradaban hidupnya.
Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan. Dalam hal ini, C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk (1975) mengemukan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu : (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan (3) kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan. Dalam hal ini, C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk (1975) mengemukan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu : (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan (3) kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
Memang, semula kajian tentang kecerdasan hanya sebatas
kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut
Kecerdasan Intelektual yang bersifat tunggal, sebagaimana yang dikembangkan
oleh Charles Spearman (1904) dengan teori “Two Factor”-nya, atau Thurstone
(1938) dengan teori “Primary Mental Abilities”-nya. Dari kajian ini,
menghasilkan pengelompokkan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk
Inteligent Quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat
kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological age),
merentang mulai dari kemampuan dengan kategori Ideot sampai dengan Genius
(Weschler dalam Nana Syaodih, 2005). Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh
Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian,
Lewis Terman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang
dikembangkan oleh Binet dengan mempertimbangkan norma-norma populasi sehingga
selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford-Binet.
Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi
ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan
modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan
sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan
bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau
prestasi hidup seseorang. Adalah Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan
manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi
terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita
mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan
bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri
dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang
lain.
Menurut hemat penulis sesungguhnya penggunaan istilah EQ ini
tidaklah sepenuhnya tepat dan terkesan sterotype (latah) mengikuti popularitas
IQ yang lebih dulu dikenal orang. Penggunaan konsep Quotient dalam EQ belum
begitu jelas perumusannya. Berbeda dengan IQ, pengertian Quotient disana sangat
jelas menunjuk kepada hasil bagi antara usia mental (mental age) yang
dihasilkan melalui pengukuran psikologis yang ketat dengan usia kalender
(chronological age).
Terlepas dari “kesalahkaprahan” penggunaan istilah tersebut,
ada satu hal yang perlu digarisbawahi dari para “penggagas beserta pengikut
kelompok kecerdasan emosional”, bahwasanya potensi individu dalam aspek-aspek
“non-intelektual” yang berkaitan dengan sikap, motivasi, sosiabilitas, serta
aspek – aspek emosional lainnya, merupakan faktor-faktor yang amat penting bagi
pencapaian kesuksesan seseorang.
Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung
bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk
dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan
untuk meraih sukses atau prestasi hidup.
Pekembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia
kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk
Tuhan. Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional
(EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti
kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi
vertikal-spiritual). Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia
dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya. pada saat-saat
tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia
akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu
kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan
seperti itu menurut Zakiah Darajat (1970) disebut sebagai pengalaman keagamaan
(religious experience).
Brightman (1956) menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan
tidak hanya sampai kepada pengakuan atas kebaradaan-Nya, namun juga
mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata
kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan
berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri
dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara
simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari (Abin Syamsuddin
Makmun, 2003).
Temuan ilmiah yang digagas oleh Danah Zohar dan Ian
Marshall, dan riset yang dilakukan oleh Michael Persinger pada tahun 1990-an,
serta riset yang dikembangkan oleh V.S. Ramachandran pada tahun 1997 menemukan
adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat
spiritual (spiritual centre), yang terletak diantara jaringan syaraf dan otak.
Begitu juga hasil riset yang dilakukan oleh Wolf Singer menunjukkan adanya
proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang
mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan yang
secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk hidup lebih
bermakna. Pada God Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam
(Ari Ginanjar, 2001). Kajian tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan
konsep Kecerdasan Spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan
dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna.
Dengan istilah yang salah kaprahnya disebut Spiritual Quotient (SQ)
Jauh sebelum istilah Kecerdasan Spiritual atau SQ dipopulerkan,
pada tahun 1938 Frankl telah mengembangkan pemikiran tentang upaya pemaknaan
hidup. Dikemukakannya, bahwa makna atau logo hidup harus dicari oleh manusia,
yang di dalamnya terkandung nilai-nilai : (1) nilai kreatif; (2) nilai
pengalaman dan (3) nilai sikap. Makna hidup yang diperoleh manusia akan
menjadikan dirinya menjadi seorang yang memiliki kebebasan rohani yakni suatu
kebebasan manusia dari godaan nafsu, keserakahan, dan lingkungan yang penuh
persaingan dan konflik. Untuk menunjang kebebasan rohani itu dituntut tanggung
jawab terhadap Tuhan, diri dan manusia lainnya. Menjadi manusia adalah
kesadaran dan tanggung jawab (Sofyan S. Willis, 2005).
Di Indonesia, penulis mencatat ada dua orang yang berjasa
besar dalam mengembangkan dan mempopulerkan kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual yaitu K.H. Abdullah Gymnastiar atau dikenal AA Gym, da’i kondang dari
Pesantren Daarut Tauhiid – Bandung dengan Manajemen Qalbu-nya dan Ary Ginanjar,
pengusaha muda yang banyak bergerak dalam bidang pengembangan Sumber Daya
Manusia dengan Emotional Spritual Quotient (ESQ)-nya.
Dari pemikiran Ary Ginanjar Agustian
melahirkan satu model pelatihan ESQ yang telah memiliki hak patent tersendiri.
Konsep pelatihan ESQ ala Ary Ginanjar Agustian menekankan tentang : (1) Zero
Mind Process; yakni suatu usaha untuk menjernihkan kembali pemikiran menuju God
Spot (fitrah), kembali kepada hati dan fikiran yang bersifat merdeka dan bebas
dari belenggu; (2) Mental Building; yaitu usaha untuk menciptakan format
berfikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri (self awareness), serta sesuai
dengan hati nurani dengan merujuk pada Rukun Iman; (3) Mission Statement,
Character Building, dan Self Controlling; yaitu usaha untuk menghasilkan
ketangguhan pribadi (personal strength) dengan merujuk pada Rukun Islam; (4)
Strategic Collaboration; usaha untuk melakukan aliansi atau sinergi dengan
orang lain atau dengan lingkungan sosialnya untuk mewujudkan tanggung jawab
sosial individu; dan (5) Total Action; yaitu suatu usaha untuk membangun ketangguhan
sosial (Ari Ginanjar, 2001).
Berkembangnya pemikiran tentang kecerdasan emosional (EQ)
dan kecerdasan spiritual (SQ) menjadikan rumusan dan makna tentang
kecerdasan semakin lebih luas. Kecerdasan tidak lagi ditafsirkan secara tunggal
dalam batasan intelektual saja. Menurut Gardner bahwa “salah besar bila kita
mengasumsikan bahwa IQ adalah suatu entitas tunggal yang tetap, yang bisa
diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas”. Hasil pemikiran cerdasnya
dituangkan dalam buku Frames of Mind.. Dalam buku tersebut secara meyakinkan
menawarkan penglihatan dan cara pandang alternatif terhadap kecerdasan manusia,
yang kemudian dikenal dengan istilah Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence)
(Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, 2002) .
Berkat kecerdasan intelektualnya, memang manusia telah mampu
menjelajah ke Bulan dan luar angkasa lainnya, menciptakan teknologi informasi
dan transportasi yang menjadikan dunia terasa lebih dekat dan semakin
transparan, menciptakan bom nuklir, serta menciptakan alat-alat teknologi
lainnya yang super canggih. Namun bersamaan itu pula kerusakan yang menuju
kehancuran total sudah mulai nampak. Lingkungan alam merasa terusik dan tidak
bersahabat lagi. Lapisan ozon yang semakin menipis telah menyebabkan terjadinya
pemanasan global, banjir dan kekeringan pun terjadi di mana-mana Gunung-gunung
menggeliat dan memuntahkan awan dan lahar panasnya. Penyakit-penyakit ragawi
yang sebelumnya tidak dikenal, mulai bermunculan, seperti Flu Burung (Avian
Influenza), AIDs serta jenis-jenis penyakit mematikan lainnya. Bahkan, tatanan
sosial-ekonomi menjadi kacau balau karena sikap dan perilaku manusia yang
mengabaikan kejujuran dan amanah (perilaku koruptif dan perilaku manipulatif).
Manusia telah berhasil menciptakan “raksasa-raksasa teknologi”
yang dapat memberikan manfaat bagi kepentingan hidup manusia itu sendiri. Namun
dibalik itu, “raksasa-raksasa teknologi” tersebut telah bersiap-siap untuk
menerkam dan menghabisi manusia itu sendiri. Kecerdasan intelektual yang tidak
diiringi dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya, tampaknya
hanya akan menghasilkan kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan dirinya maupun
umat manusia. Dengan demikian, apakah memang pada akhirnya kita pun harus
bernasib sama seperti Dinosaurus ?
Dengan tidak bermaksud mempertentangkan mana yang paling
penting, apakah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional atau kecerdasan
spiritual, ada baiknya kita mengambil pilihan eklektik dari ketiga pilihan
tersebut. Dengan meminjam filosofi klasik masyarakat Jawa Barat, yaitu cageur,
bageur, bener tur pinter, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa dengan kecerdasan
intelektualnya (IQ) orang menjadi cageur dan pinter, dengan kecerdasan
emosional (EQ) orang menjadi bageur, dan dengan kecerdasan spiritualnya (SQ)
orang menjadi bener. Itulah agaknya pilihan yang bijak bagi kita sebagai
pribadi maupun sebagai pendidik (calon pendidik)!
Sebagai pribadi, salah satu tugas besar kita dalam hidup ini
adalah berusaha mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang kita
miliki, melalui upaya belajar (learning to do, learning to know (IQ), learning
to be (SQ), dan learning to live together (EQ), serta berusaha untuk
memperbaiki kualitas diri-pribadi secara terus-menerus, hingga pada akhirnya
dapat diperoleh aktualisasi diri dan prestasi hidup yang sesungguhnya (real
achievement).
Sebagai pendidik (calon pendidik), dalam mewujudkan diri
sebagai pendidik yang profesional dan bermakna, tugas kemanusiaan kita adalah
berusaha membelajarkan para peserta didik untuk dapat mengembangkan segenap
potensi (fitrah) kemanusian yang dimilikinya, melalui pendekatan dan proses
pembelajaran yang bermakna (Meaningful Learning) (SQ), menyenangkan (Joyful
Learning) (EQ) dan menantang atau problematis (problematical Learning) (IQ), sehingga
pada gilirannya dapat dihasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang
cageur, bageur, bener, tur pinter.
Sebagai penutup tulisan ini, mari
kita renungkan ungkapan dari Howard Gardner bahwa :
“BUKAN SEBERAPA CERDAS ANDA TETAPI
BAGAIMANA ANDA MENJADI CERDAS ! ”
Langganan:
Postingan (Atom)